Fitrah Kebenaran

Banyak keyakinan bukan berarti banyak Tuhan.
Tuhan hanya satu.
Tuhan semesta alam tak pernah berubah, tapi keyakinan bagaimana Tuhannya bisa berubah.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Tidaklah seorang yang dilahirkan itu kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah, kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana seekor hewan yang melahirkan dalam kondisi lengkap, adakah kamu dapati dalam kondisi cacat?” (Muttafaq ‘Alaih dengan lafazh riwayat Muslim)



Beruntunglah kita yang dilahirkan dari orang tua yang muslim, karena kebenaran agama islam telah meliputi diri kita dari sejak lahir. Tapi bayangkanlah seandainya orang tua kita non muslim, dan bayangkan pula kita menjadi anak-anak, remaja dan terus dewasa. Lalu bayangkan pula apa yang terjadi pada keyakinan atau agama kita.

Jika kita begitu yakin akan kebenaran mengenai agama kita, maka demikian pula orang-orang yang dilahirkan non muslim, pada batas waktu tertentu tentu saja mereka juga yakin terhadap kebenaran agama yang mereka anut. Jika kita begitu yakin dengan kebenaran dari agama kita, maka tidak ada yang salah jika juga mereka yakin dengan kebenaran dari agama/keyakinan yang mereka anut. Jika kita menganggap mereka salah, maka kitapun harus memaklumi kalo mereka menganggap kita salah.

Walaupun pada akhirnya kebenaran itu dapat dibuktikan dari kitab suci masing-masing agama, namun tidak semua penganut agama sampai pada tahap ini, termasuk yang beragama Islam itu sendiri. Banyak yang beragama Islam, tapi tak begitu mengerti dimana bukti kebenaran agama Islam. Pun demikian halnya yang beragama non muslim, merekapun tak mengerti bagaimana bukti kebenaran dari ajaran mereka. Beragama hanya bermodal keyakinan bahwa yang dianut adalah benar atau hanya bermodal karena kedua orang tua yang mengajarkan keyakinannya. Tapi anehnya hanya dengan modal keyakinan seperti ini dapat menimbulkan rasa fanatik yang berlebihan, membenci orang yang berbeda keyakinan, tidak senang bila orang lain tak sama dengan dirinya, hingga muncul intolenrasi bahkan sampai kepada konflik antar agama, antar kepercayaan.

Namun demikian pada sebagian penganut agama pada batas waktu tertentu, timbul kesadaran pada dirinya, saat manusia kembali kepada fitrahnya ketika ia benar-benar paham bahwa agama atau kepercayaan yang dianutnya terbukti benar atau terbukti salah. Bagi penganut agama Islam bisa jadi tingkat keimananya semakin bertambah tapi bisa juga tidak. Dan buat penganut agama lain bisa jadi mereka merubah keyakinannya ke agama Islam atau tetap saja ke sediakala. Semua bergantung pada pengendalian dirinya, pengendalian hawa nafsunya. Apakah mereka mau menerima hidayah itu, atau mengabaikannya.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Akui ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (QS. Al-A`raf [7]: 172)

Ayat yang berbicara persoalan fitrah dan akidah yang benar yang ditetapkan oleh Allah di alam gaib yang sangat jauh, yang tersembunyi di dalam sulbi anak-anak Adam sebelum mereka lahir ke alam fana. Anak keturunan yang masih dalam genggaman Sang Maha Pencipta lagi Maha Pemelihara. Lalu, diambil perjanjian dari mereka dengan mengatakan, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Maka, mereka mengakui rububiyyah Allah, mengakui bahwa hanya Dia yang berhak diibadahi. Mereka bersaksi bahwa Dia adalah Maha Esa. Persaksian ini telah ditetapkan Allah sebagai fitrah manusia dan menjadi sifat dasar manusia sebagaimana firman Allah:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah” (QS. Ar-Rum [30]: 30).

Maka demikianlah tak perlu memiliki fanatik yang berlebihan dalam beragama, membenci orang lain hanya karena tidak memiliki keyakinan yang sama dengan kita. Kepercayaan dapat berubah. Dan berbahagialah bila berubahnya kepercayaan non muslim itu karena kita sendiri yang menyampaikan kebenaran Islam itu secara baik.

Wallahua’lam Bisshowab...

Palembang, 24 Juni 2016

Bereferensi dari berbagai sumber

by roel

Terimakasih untuk kunjungannya...
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment