Antara Kemuliaan Hati dan Keputus-asaan

Hal yang sangat meyakinkan jika para orang tua, dewasa dan remaja pernah mendengar dan mengerti apa yang dimaksud dari kata-kata orang bijak berikut; “Hidup ini akan selalu dipenuhi dengan bermacam ujian. Kemiskinan, penderitaan, ketidakadilan, kesedihan adalah ujian hidup. Kemewahan harta, kekuasaan, dan kesenangan juga adalah ujian. Dan Sabar, berusaha, tidak sombong, membantu sesama dan tawaqal kepada Tuhan adalah beberapa kunci jawaban untuk ujian-ujian yang dihadapi”.

Adalah suatu fakta menyaksikan orang yang hidup dalam gelimang harta tapi tak sedikitpun mau peduli kepada orang sekitar yang hidup dalam kemiskinan dan penderitaan, entah julukan apa yang pantas orang yang memiliki hati demikian.
Namun juga adalah suatu fakta kehidupan menyaksikan orang yang hidup dalam kemiskinan dan penderitaan tapi masih saja mau peduli dengan orang yang hidup dalam kesusahan. Julukan apa pula yang bisa diberikan kepada manusia yang memiliki hati demikian.

Kerap kali hadir acara reality show di salah satu stasiun TV yang mempertontonkan bagaimana seorang yang hidup dalam kekurangan namun hatinya masih saja tersentuh untuk membantu orang lain yang juga dalam kesusahan. Hidup dalam kemiskinian dan kekurangan tak menghalangi mereka untuk membantu orang lain.

Tak banyak hal yang bisa dilihat dari orang-orang semacam ini, selain dari kekurangan dan kerja kerasnya untuk mengais rejeki yang tak kenal lelah, pakaian yang lusuh dengan keringat dan kotoran yang mengarat disetiap sudut lipatan baju.
Mereka bukanlah orang yang berjubah panjang dengan lilitan sorban di kepala, atau berkemeja rapi dengan tas yang berisi buku-buku pengetahuan. Mereka hanyalah seonggok daging hidup yang senatiasa bersyukur kepada Rabb-nya

Tanpa disadari ternyata telah banyak pelajaran dan hikmah hidup yang diperoleh dari perjalanan hidup dari orang seperti diatas. Bahwa kemuliaan hati tidak mesti tampil dengan pakaian yang berjubah dan lilitan kain sorban dikepala, bahwa berperilaku mulia tidak mesti dengan kemeja panjang dengan segudang pengetahuan yang dimiliki, bahwa kekayaan hati tidak mesti dengan gelimang harta benda yang dimiliki.

Hidup dengan kemiskinan tidak menjadikan mereka berputus asa, hidup dengan kekurangan tidak menjadikan kemarahan dan balas dendam atas keadilan. Mereka hanya ingin menjalani takdirnya dengan sebaik-baiknya tanpa pernah berhenti bersyukur dan selalu taat pada sang pencipta alam semesta.

Maka sungguhlah ironis bila ada segelintir orang yang mengakui amat dekat dengan Tuhan, taat beragama, namun dibalik itu semua ternyata memiliki hati dengan kemarahan besar atas ketidak-adilan yang ia terima. Kedekatan dengan Tuhan yang diperlihatkan, ternyata bukanlah menjadikan jaminan bahwa seseorang tersebut memiliki kesabaran hati yang luar biasa sebagai syarat kelulusan dalam ujian hidup. Ketidak adilan yang dilihat dijadikan sumber kemarahan untuk menghalalkan segala cara. Dan dengan dalih Tuhan yang menginginkan, mereka menyembunyikan hidup mereka yang sebenarnya hanyalah dalam keputus-asaan belaka……

Mudah-mudahan walaupun perlahan kesadaran diri akan terus dan terus hadir dihati kita, bahwa keinginan bersamalah yang dapat mengubah segalanya menjadi baik, tidak hanya dengan keinginan segelintir orang, tidak dengan cara putus dari rahmat-Nya.
Adalah suatu realita yang mesti kita terima bahwa keinginan agar segalanya menjadi lebih baik dimuka bumi ini hanya didukung oleh secuil orang, maka biarkanlah secuil orang ini untuk terus dan terus meluas bukan malah sebaliknya.



Palembang, 20 Agustus 2009

Salam

by roel

Terimakasih untuk kunjungannya...
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment