Hilal Antara Ilmu Pengetahuan dan Sabda Rasulullah

Dengan ilmu falak atau astronomi sebetulnya hal ini sudah dapat diprediksi apakah pada tanggal 4 juli kemarin hilal akan terlihat atau tidak. Dengan bantuan program aplikasi, orang yang tidak berkecimpung di bidang astronomi atau ilmu falak-pun dapat memahami akan muculnya hilal. Pada gambar dibawah merupakan peta hilal kriteria odeh. Warna merah dan putih dinyatakan dimana daerah yang mustahil hilal dilihat, warna biru merupakan daerah dimana hilal mungkin bisa dilihat dengan bantuan teropong dan warna pink adalah daerah dimana hilal dapat dilihat dengan mata telanjang. Dengan demikian maka dengan ilmu falak atau astronomi atau sering dikenal dengan metode hisab, maka jauh-jauh hari penetapan awal Ramadhan atau awal Idul Fitri sudah dapat ditentukan, sehingga tak perlu lagi melakukan pengamatan bulan/hilal.


Sampai saat ini masih menjadi perdebatan, apakah metode rukyat ataukah metode hisab untuk menentukan awal Ramadhan atau Idul Fitri, bahkan Idul Adha. Dengan hujjah masing-masing yang keduanya sama-sama berdasarkan Al Qur’an dan Hadis, maka tidaklah aneh terkadang di waktu-waktu tertentu memunculkan perbedaan awal ramadhan atau awal Idul Fitri di kalangan masyarakat Indonesia, walaupun seharusnya kita serahkan hal ini kembali kepada pemerintah namun pada kenyataannya ada ormas tertentu yang tidak mengikuti pemerintah dengan masih berprinsip pada metodenya dengan ktriteria tertentu.

Kalangan ormas islam yang menggunakan metode rukyat juga sudah menggunakan metode hisab sebelum pengamatan, artinya merekapun sudah mulai berdamai dengan metode hisab. Namun demikian beberapa ormas yang menggunakan metode hisabpun ternyata memiliki perbedaan dalam kirteria tinggi hilal. Sebagian ormas Islam menyatakan bahwa ketinggian hilal adalah minimal 2 derajat, hal ini juga sesuai dengan metode rukyat, agar bulan baru bisa terlihat, sesuai dengan hadist nabi Muhammad SAW.

Sementara ada ormas lainnya tidak sepakat dengan ketinggian hilal 2 derajat tersebut, kriteria yang diambil bahkan diatas 0 derajat walau sedikit, dengan alasan bahwa bulan sudah ada (terwujud) walaupun tidak terlihat baik dengan teropong apalagi dengan mata telanjang. Inilah yang kadang selalu memunculkan perbedaan awal hari ramadhan atau awal idul fitri. Padahal kriteria yang diinginkan Nabi adalah bulan terlihat bukannya bulan terwujud walaupun tidak terlihat.

Terlepas dari perdebatan diatas, kita tentunya dapat menilai bahwa dengan metode rukyat, akan kesulitan membuat penanggalan hijriah, karena awal bulan hijriah selalu dengan pengamatan hilal atau bulan baru, maka segala bentuk perencanaan-perencanaan dengan tanggalan hijriah pun akan mengalami kesulitan. Sebaliknya dengan metode hisab, penanggalan hijriah dapat dibuat sedemikian baiknya, 2, 5, 10, bahkan ratusan tahun yang akan datang sudah dapat di buat prediksi tanggalan hijiriahnya.

Maka alangkah baiknya penetapan setiap awal bulan dilakukan dengan metode hisab, sehingga ummat Islam memiliki kalender hijriah yang tetap untuk digunakan bersama, namun demikian kita tidak boleh terlalu mengangung-agungkan Ilmu pengetahuan, terlalu mengagungkan ilmu falak, sehingga menjadikannya sebuah kebenaran yang mutlak. Pengamatan bulan atau metode rukyat khususnya untuk bulan Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha tetap dilaksanakan untuk memastikan bahwa ilmu falak atau metode hisab itu masih benar adanya.

Wallahu A’lam

by roel

Terimakasih untuk kunjungannya...
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment